Selasa, 01 Maret 2016

JIWA MUDA KOLEKSI TUA DARI BANDUNG


Ditulis oleh: Tim Ulin Bandoeng

Pagi itu, Minggu, 24/01/2016 pemandangan Bandung dari Kafe Langit-langit Baltos tampak cerah. Pandangan lurus ke arah utara menyembul Gunung Tangkubanparahu yang tersaput awan sambil menyaksikan deretan atap rumah tak beraturan. Arus kendaraan di Jalan layang Pasupati (Pasteur-Surapati) masih lengang, ketika kami menyiapkan panggung untuk bincang-bincang buku dan satu pojok kecil untuk area membaca buku.



         Komunitas Ulin Bandoeng untuk kedua kalinya menggelar Pojok Baca setelah setahun lalu mengadakan acara Piknik ka Cikapundung. Saat itu buku digelar di teras atas Cikapundung River Spot. Terpikir bagi kami untuk mencari satu tempat tetap, di mana warga Bandung dapat membaca khazanah kotanya sambil berinteraksi dan berbincang mengenai sejarah maupun problema kotanya sendiri. Alhasil, dipilihlah Baltos (Balubur Town Square) dengan waktu senggang setiap hari Minggu sebulan sekali.


            Nama kegiatan ini yaitu Ulin Bandoeng, serupa dengan kegiatan di dalam ruangan yang melengkapi kegiatan Ulin jelajah kota Bandung saban hari. Beberapa kegiatan Ulin jelajah Kota Bandung sebut saja Piknik di Balkot-Cikapundung & Membaca Buku Basa Bandung Halimunan (8/8/2015), Ramadhan di Bandung Tempo Doeloe (27/6/2015), Bandung Historical Walk bersama SD Mutiara Bunda (12/04/2015), Ulin ka Sakola Jadul (22 Mei 2012), dan Palagan Bandung (10/4/2011).
           Dalam kegitan Ulin Bandoeng ini ada dua kegiatan yang bisa disimak berbarengan. Pertama, Pojok Baca yaitu gelaran buku tematik Bandung yang bukunya dapat dibaca oleh warga dan tidak berbiaya. Buku dibaca di tempat saat buku digelar dan tidak dipinjamkan. Pada Ulin Bandoeng kali ini, Pojok Baca dapat pinjaman 46 judul buku koleksi Linda Rosmellix dan Deni Rachman. Daftar buku yang masuk kategori langka dan menjadi babon sejarah Bandung di antaranya: Semerbak Bunga di Bandung Raya (Haryoto Kunto), Perubahan nama Djalan-Djalan di Bandung (AID Preangerbode), Tasjkent-Bandung (W. Gidaspov), dan Rasia Bandoeng (Chabanneau,salinan).


               
             Kedua, Bincang Buku. Tema perdana Bincang Buku kali ini yaitu Jiwa Muda Koleksi Tua, berkisah tentang orang muda yang gemar mengumpulkan buku-buku tua.  Fenomena anak muda saat ini yang mulai gemar terhadap hal-hal yang berbau vintage, klasik, jadulan menjadi pendukung topik Bincang Buku ini. Beberapa buku dan event yang terbit belakangan pun mengisahkan seputar memori jadul seperti buku Generasi 90-an (Marchella FP), Dilan (Pidi Baiq), Pada Suatu Hari () atau event The 90’s Festival (P-Project, Sheila on 7, Java Jive, dkk) di Eldorado, Bandung, 14 Februari 2015.



         Kedua subacara Ulin Bandoeng ini diharapkan ke depannya dapat menjadi penghantar kegiatan Stok Buku Bandung #2 sebagai suatu ajang temu para pegiat buku di Bandung. Kami berharap rangkaian acara ini juga dapat bermanfaat bagi warga Balubur dan sekitarnya.



            Pada acara Bincang Buku, hadir sebagai para Pebincang yaitu Indra Prayana, kolektor buku tahun 1800-an dan pendiri Jaringan Buku Alternatif. Lalu, Moh. Ryzki Wiryawan, kolektor buku tua kategori Walanda-an, sejarah Indonesia, dan Okultisme; saat ini baru saja didirikan Perpustakaan Loji Sumur Bandung dan menulis buku Okultisme di Bandung Doeloe. Dan ada Dede Brandalan Crossboy Tjimanoek kolektor buku-buku antik, direktori iklan antik, dan buku erotika enny errow.
         


               
              Bincang Buku yang dinotulensi oleh Luciano dan dimoderatori oleh Deni Rachman ini bergulir dari pukul 10 pagi hingga jam makan siang. Bincang buku ini berhasil memboyong kolektor dan koleksinya untuk ditunjukkan kepada para pengunjung sekaligus memaparkan kisah unik di balik mengoleksi sekaligus isi unik dari buku tersebut. Kami akhirnya menjadi terpesona dengan buku karya Kartosuwiryo dan Sukarno yang ditulis oleh Wiranta tahun 1926. Lalu ada buku-buku stensilan yang membuat masa lalu yang tak terelakkan akan kehadiran eni errow yang ternyata diproduksi juga dengan kondisi betul-betul sampulnya digambar tangan.
          Informasi penting juga diungkapkan oleh para Pebincang. Indra yang juga mengoleksi Koran, kartu pos dan foto mengungkapkan sejauh mana buku tua menjadi hasrat pribadi yang tetap bisa mengikuti manfaatnya secara kekinian.  Ada 2 alasan Indra mencintai buku tua: (1). Analogi mengumpulkan atau mengenal buku untuk lebih mengenal tulisan dan sastra, (2). Tahun 2000an menyebarkan buku-buku alternatif ke mahasiswa untuk mengajarkan dan mengenalkan buku / referensi tua.
Menurut Indra, buku disebut kategori tua jika:
(1). Buku umum dengan standar kurun waktu dicetak sudah berusia lebih dari 50 tahun dan   
      disebut buku tua.
(2). Buku yang menjadi favorit pada masanya tapi sudah tidak dicetak lagi pada masa kini /
buku yang tercetak dengan edisi terbatas dan untuk kalangan terbatas / buku yang dicetak atau ditulis khusus menceritakan tokoh tertentu pada masanya disebut buku langka.
(3)    Buku memiliki ciri khas unik yang tidak dimiliki buku lain seperti ada tanda tangan penulis, isi yang berbeda dari biasanya, disebut buku unik. Buku unik misalnya buku  yang memuat gambar Nabi Muhammad, ditulis tahun 1891 dengan bahasa Sunda yang berisikan antalogi budaya Sunda dan keterkaitannya dengan budaya Islam / Muslim.

Buku itu disebut buku antik atau bukan, Indra mendeteksinya dengan insting dan membiasakan diri dengan buku-buku lama, serta mengamati detail jenis cetakan, jenis kertas atau bentuk buku. Dari kemampuan tersebut setidaknya dapat ditentukan apakah cetakan buku tersebut dari abad 18, 19 atau 20-an.
Pengunjung yang hadir sekira 40 orang ini terus menyimak perbincangan Indra. Dan giliran Moh. Ryzki Wiryawan sang pemilik Perpustakaan Loji Sumur Bandung berbicara. Ryzki mengungkapkan dirinya mulai mengoleksi buku sekira tahun mulai mengkoleksi buku tahun 2001 – 2005 dan saat ini memiliki buku terlama tahun 1700-an. Tahun 2006 membuat komunitas sejarah dan dokumentasi buku Bandung, dan menemukan masih banyak sejarah dan dokumentasi Bandung yang tidak tertulis atau tidak terdokumentasi dengan baik dalam buku. Ryzki menyebutkan misalnya sejarah sebelum kemerdekaan tidak ditemukan dokumentasi dalam buku, kebanyakan hanya dari sejarah sesudah kemerdekaan. Menurut Ryzki menghargai buku bukan hanya dari sisi Penulis dan isi tapi juga dari teknik pembuatan bukunya, terutama buku-buku tua yang mempunyai teknik berbeda dengan buku zaman sekarang.
Perihal Perpustakaan Loji Sumur Bandung, Ryzki memaparkan misinya yaitu untuk  mengkonservasi buku tua dan sejarah Bandung khususnya, karena masih banyak sejarah Bandung yang belum tertulis dalam buku. Salah satu buku yang ditulisnya yaitu Okultisme di Bandoeng Doeloe, adalah buku sejarah okultisme dan kepercayaan freemason yang ada di Bandung, diambil dari kumpulan buku tua dan sejarah di Bandung.
Tiba giliran Dede ‘Berandalan Crossboy Tjimanoek. Para pedagang buku lawas di Bandung kerap memanggilnya Pak Dede. Menurut Pak Dede, ia mulai mengoleksi buku tahun 2006 mulai dari  buku antik, buku pelajaran lama, buku-buku yang pernah dibaca, dan sekarang lebih banyak mengumpulkan stensilan Enny Arrow. Enny Arrow menurut Pak Dede sebenarnya menarik, tapi tidak banyak yang mengumpulkan. Pak Dede menilai buku dari keunikan/ kekhasannya, berbeda seperti Indra dan Ryzki yang menuangkannya dalam tulisan dan kegiatan sejarah.
Usul Pak Dede tentang perlunya membuat membuat jaringan (networking) antarkolektor buku menjadi perbincangan hangat dan sekaligus memancing pertanyaan sekaligus tanggapan dari pengunjung Ulin Bandoeng. Tujuan jaringan tersebut diharapkan warga dapat mengakses koleksi mereka (para kolektor) sehingga pecinta atau pencari buku lebih mudah mendapatkan ke mana mencari buku sesuai dengan minat mereka.
Pada sesi tanggapan dan pertanyaan, Su Mur menanggapi pentingnya pembuatan database koleksi buku yang dimiliki agar bisa diakses atau dinikmati masyarakat luas, dan semua orang tahu bahwa buku tersebut ada. Lain halnya dengan Helmy yang mempertanyakan apa yang bisa disumbangkan selanjutnya dengan informasi tentang buku-buku tua tersebut untuk generasi sekarang? Dan Rahmat Taufik Hidayat yang memaparkan pentingnya khazanah buku tua. Dari buku tua bisa ditelusuri terminologi budaya yang ada. Misalnya, pemakaian kimono dari Jepang sudah ada di Bandung sejak tahun 1920, dan ini ditemukan di beberapa buku langka yang membahas budaya Sunda. Rahmat juga mendukung membuat database dalam rangka memelihara kelanggengan dokumentasi. Begitu juga komunitas yang aktif untuk memelihara dan menjalankan pegumpulan buku ataupun data yang berhubungan dengan sejarah kota.


                Kata-kata kunci dari ketiga Pengunjung tersebut yaitu pendataan buku tua dan sumbangan buku tua untuk generasi sekarang menjadi salah satu simpulan dari Bincang Buku dan Pojok Baca kali ini. Upaya yang telah dilakukan oleh para pegiat/ komunitas sejarah di melalui diskusi, napak tilas, bedah buku, pengelolaan sumber informasi di Bandung seperti Bandung Heritage, Bandung Trails, Aleut, Mooibandoeng, Ulin, Jelajah Gunung, Matabumi, Balad Jughuhn/ Tjimahi Heritage, Gamboeng Vooruit kiranya menjadi saluran bermanfaat yang didukung oleh khazanah buku-buku tua/ lawas.
                Menurut hemat kami, sebagai langkah awal usulan Pak Dede perlu disambut baik yaitu upaya jaringan dan komunikasi (networking) terlebih dahulu sebelum menindaklanjuti menjadi pendataan koleksi antarkolektor. Usul Indra berupa edukasi melalui tulisan seputar sejarah, buku tua, dan pengelolaan informasi serta upaya Ryzki mengelola perpustakaan pribadi menjadi lebih apik akan menjadi semangat kami untuk terus menggelorakan literasi di Bandung.
                Di penghujung Bincang Buku, Ketua Ulin, Jiman Suhadi, yang membuka acara dan Linda Lingling sebagai Ketua Tim Produksi menyematkan piagam terima kasih disertai kenang-kenangan dari Ulin Bandoeng kepada para Pebincang. Tim Produksi yang gigih dan turut menyukseskan Ulin Bandoeng ini adalah Jimah Suhadi (Ketua Ulin), Lingling (Ketua Tim Produksi), Indri & Febby (Pojok Baca), Rifqi (Logistik dan Tata Panggung), Lina Dewi (Kameramen), Anne Ryzki Amalia (Fotografer), Luciano (Notulensi) dan  Deni Rachman (Materi Bincang Buku & Publikasi).
              

               

          Tak lupa terima kasih kami kepada para mitra: Oleh-Oleh Boekoe Bandoeng, LawangBuku, Balubur Town Square, dan Bandung Magazine yang turut ambil bagian dari kerja gotong royong ini.
            Salambuku! Sampai jumpa kembali di acara Ulin Bandoeng selanjutnya.

Bandung, 29 Februari 2016




Tidak ada komentar:

Posting Komentar