Ditulis
oleh: Tim Ulin Bandoeng
Pagi
itu, Minggu, 24/01/2016 pemandangan Bandung dari Kafe Langit-langit Baltos
tampak cerah. Pandangan lurus ke arah utara menyembul Gunung Tangkubanparahu
yang tersaput awan sambil menyaksikan deretan atap rumah tak beraturan. Arus
kendaraan di Jalan layang Pasupati (Pasteur-Surapati) masih lengang, ketika
kami menyiapkan panggung untuk bincang-bincang buku dan satu pojok kecil untuk
area membaca buku.
Komunitas Ulin Bandoeng untuk
kedua kalinya menggelar Pojok Baca setelah setahun lalu mengadakan acara Piknik
ka Cikapundung. Saat itu buku digelar di teras atas Cikapundung River Spot.
Terpikir bagi kami untuk mencari satu tempat tetap, di mana warga Bandung dapat
membaca khazanah kotanya sambil berinteraksi dan berbincang mengenai sejarah
maupun problema kotanya sendiri. Alhasil, dipilihlah Baltos (Balubur Town
Square) dengan waktu senggang setiap hari Minggu sebulan sekali.
Nama kegiatan ini yaitu Ulin
Bandoeng, serupa dengan kegiatan di dalam ruangan yang melengkapi kegiatan Ulin
jelajah kota Bandung saban hari. Beberapa kegiatan Ulin jelajah Kota Bandung
sebut saja Piknik di Balkot-Cikapundung & Membaca Buku Basa Bandung Halimunan (8/8/2015), Ramadhan di Bandung Tempo Doeloe
(27/6/2015), Bandung Historical Walk
bersama SD Mutiara Bunda (12/04/2015), Ulin ka Sakola Jadul (22 Mei 2012), dan Palagan
Bandung (10/4/2011).
Dalam kegitan Ulin Bandoeng ini
ada dua kegiatan yang bisa disimak berbarengan. Pertama, Pojok Baca yaitu
gelaran buku tematik Bandung yang bukunya dapat dibaca oleh warga dan tidak
berbiaya. Buku dibaca di tempat saat buku digelar dan tidak dipinjamkan. Pada
Ulin Bandoeng kali ini, Pojok Baca dapat pinjaman 46 judul buku koleksi Linda
Rosmellix dan Deni Rachman. Daftar buku yang masuk kategori langka dan menjadi
babon sejarah Bandung di antaranya: Semerbak Bunga di Bandung Raya (Haryoto
Kunto), Perubahan nama Djalan-Djalan di Bandung (AID Preangerbode),
Tasjkent-Bandung (W. Gidaspov), dan Rasia Bandoeng (Chabanneau,salinan).

Kedua, Bincang Buku. Tema
perdana Bincang Buku kali ini yaitu Jiwa Muda Koleksi Tua, berkisah tentang
orang muda yang gemar mengumpulkan buku-buku tua. Fenomena anak muda saat ini yang mulai gemar
terhadap hal-hal yang berbau vintage, klasik, jadulan menjadi pendukung topik
Bincang Buku ini. Beberapa buku dan event yang terbit belakangan pun
mengisahkan seputar memori jadul seperti buku Generasi 90-an (Marchella FP),
Dilan (Pidi Baiq), Pada Suatu Hari ()
atau event The 90’s Festival
(P-Project, Sheila on 7, Java Jive, dkk) di Eldorado, Bandung, 14 Februari 2015.
Kedua
subacara Ulin Bandoeng ini diharapkan ke depannya dapat menjadi penghantar
kegiatan Stok Buku Bandung #2 sebagai suatu ajang temu para pegiat buku di
Bandung. Kami berharap rangkaian acara ini juga dapat bermanfaat bagi warga
Balubur dan sekitarnya.
Pada acara Bincang Buku, hadir sebagai
para Pebincang yaitu Indra Prayana, kolektor buku tahun 1800-an dan pendiri
Jaringan Buku Alternatif. Lalu, Moh. Ryzki Wiryawan, kolektor buku tua kategori
Walanda-an, sejarah Indonesia, dan Okultisme; saat ini baru saja didirikan
Perpustakaan Loji Sumur Bandung dan menulis buku Okultisme di Bandung Doeloe. Dan ada Dede Brandalan Crossboy
Tjimanoek kolektor buku-buku antik, direktori iklan antik, dan buku erotika enny errow.

Bincang Buku yang dinotulensi
oleh Luciano dan dimoderatori oleh Deni Rachman ini bergulir dari pukul 10 pagi
hingga jam makan siang. Bincang buku ini berhasil memboyong kolektor dan
koleksinya untuk ditunjukkan kepada para pengunjung sekaligus memaparkan kisah
unik di balik mengoleksi sekaligus isi unik dari buku tersebut. Kami akhirnya
menjadi terpesona dengan buku karya Kartosuwiryo dan Sukarno yang ditulis oleh
Wiranta tahun 1926. Lalu ada buku-buku stensilan yang membuat
masa lalu yang tak terelakkan akan kehadiran eni errow yang ternyata diproduksi
juga dengan kondisi betul-betul sampulnya digambar tangan.
Informasi penting juga
diungkapkan oleh para Pebincang. Indra yang juga mengoleksi Koran, kartu pos
dan foto mengungkapkan sejauh mana buku tua menjadi hasrat pribadi yang tetap
bisa mengikuti manfaatnya secara kekinian.
Ada 2 alasan Indra
mencintai buku tua:
(1). Analogi mengumpulkan atau mengenal buku untuk lebih mengenal
tulisan dan sastra, (2). Tahun
2000an menyebarkan buku-buku alternatif ke mahasiswa untuk mengajarkan dan
mengenalkan buku / referensi tua.
Menurut
Indra, buku disebut kategori tua jika:
(1). Buku umum dengan standar kurun
waktu dicetak sudah berusia
lebih dari 50 tahun dan
disebut
buku tua.
(2). Buku yang menjadi favorit pada
masanya tapi sudah tidak dicetak lagi pada masa kini /
buku
yang tercetak dengan edisi terbatas dan untuk kalangan terbatas / buku yang
dicetak atau ditulis khusus menceritakan tokoh tertentu pada masanya disebut buku langka.
(3)
Buku
memiliki ciri khas unik yang tidak dimiliki buku lain seperti ada tanda
tangan penulis, isi yang berbeda dari biasanya, disebut buku unik. Buku unik misalnya buku yang memuat gambar Nabi Muhammad, ditulis tahun 1891 dengan bahasa Sunda yang berisikan antalogi budaya Sunda dan
keterkaitannya dengan budaya Islam / Muslim.
Buku
itu disebut buku antik atau
bukan, Indra mendeteksinya dengan insting dan membiasakan diri dengan buku-buku lama, serta mengamati detail jenis
cetakan, jenis kertas atau bentuk buku. Dari kemampuan tersebut setidaknya dapat ditentukan apakah
cetakan buku tersebut dari abad 18, 19 atau 20-an.
Pengunjung yang hadir sekira 40 orang ini terus
menyimak perbincangan Indra. Dan giliran Moh. Ryzki Wiryawan sang pemilik
Perpustakaan Loji Sumur Bandung berbicara. Ryzki mengungkapkan dirinya mulai
mengoleksi buku sekira tahun mulai mengkoleksi buku tahun 2001 – 2005 dan saat ini memiliki buku terlama tahun
1700-an. Tahun 2006 membuat komunitas sejarah dan dokumentasi buku
Bandung, dan menemukan masih banyak sejarah dan dokumentasi Bandung yang tidak
tertulis atau tidak terdokumentasi dengan baik dalam buku. Ryzki menyebutkan misalnya sejarah
sebelum kemerdekaan tidak ditemukan dokumentasi dalam buku, kebanyakan hanya
dari sejarah sesudah kemerdekaan. Menurut Ryzki menghargai buku bukan hanya dari sisi Penulis dan isi tapi juga dari
teknik pembuatan bukunya,
terutama buku-buku tua yang mempunyai teknik berbeda dengan buku zaman sekarang.
Perihal Perpustakaan Loji Sumur Bandung, Ryzki
memaparkan misinya yaitu untuk mengkonservasi buku tua dan sejarah Bandung
khususnya, karena masih banyak sejarah Bandung yang belum tertulis dalam buku. Salah satu buku yang ditulisnya yaitu Okultisme di Bandoeng Doeloe,
adalah buku sejarah
okultisme dan kepercayaan freemason yang ada di Bandung, diambil dari kumpulan
buku tua dan sejarah di Bandung.
Tiba giliran Dede ‘Berandalan Crossboy Tjimanoek’. Para pedagang buku lawas di Bandung kerap
memanggilnya Pak Dede. Menurut Pak Dede, ia mulai mengoleksi buku tahun
2006 mulai dari buku antik, buku pelajaran lama, buku-buku yang pernah dibaca,
dan sekarang lebih banyak mengumpulkan stensilan Enny Arrow. Enny Arrow menurut Pak Dede sebenarnya
menarik, tapi tidak banyak yang mengumpulkan. Pak Dede menilai buku dari keunikan/
kekhasannya, berbeda seperti Indra dan Ryzki yang menuangkannya dalam tulisan
dan kegiatan sejarah.
Usul Pak Dede tentang perlunya membuat membuat
jaringan (networking) antarkolektor buku menjadi perbincangan hangat dan
sekaligus memancing pertanyaan sekaligus tanggapan dari pengunjung Ulin
Bandoeng. Tujuan jaringan tersebut diharapkan warga dapat mengakses
koleksi mereka (para kolektor)
sehingga pecinta atau pencari buku lebih mudah mendapatkan ke mana
mencari buku sesuai dengan minat mereka.
Pada
sesi tanggapan dan pertanyaan, Su Mur menanggapi pentingnya pembuatan
database koleksi buku yang dimiliki agar bisa diakses atau dinikmati masyarakat
luas, dan semua orang
tahu bahwa buku
tersebut ada. Lain halnya
dengan Helmy yang mempertanyakan apa yang bisa disumbangkan selanjutnya
dengan informasi tentang buku-buku tua tersebut untuk generasi sekarang? Dan Rahmat Taufik Hidayat yang memaparkan
pentingnya khazanah buku tua. Dari buku tua bisa ditelusuri terminologi budaya
yang ada. Misalnya, pemakaian kimono dari Jepang sudah ada di Bandung sejak
tahun 1920, dan ini ditemukan di beberapa buku langka yang membahas budaya
Sunda. Rahmat juga mendukung membuat
database dalam rangka memelihara kelanggengan dokumentasi. Begitu juga
komunitas yang aktif untuk memelihara dan menjalankan pegumpulan buku ataupun
data yang berhubungan dengan sejarah kota.

Kata-kata kunci dari ketiga
Pengunjung tersebut yaitu pendataan buku tua dan sumbangan buku tua untuk
generasi sekarang menjadi salah satu simpulan dari Bincang Buku dan Pojok Baca
kali ini. Upaya yang telah dilakukan oleh para pegiat/ komunitas sejarah di melalui
diskusi, napak tilas, bedah buku, pengelolaan sumber informasi di Bandung seperti
Bandung Heritage, Bandung Trails, Aleut, Mooibandoeng, Ulin, Jelajah Gunung, Matabumi,
Balad Jughuhn/ Tjimahi Heritage, Gamboeng Vooruit kiranya menjadi saluran
bermanfaat yang didukung oleh khazanah buku-buku tua/ lawas.
Menurut hemat kami, sebagai
langkah awal usulan Pak Dede perlu disambut baik yaitu upaya jaringan dan
komunikasi (networking) terlebih
dahulu sebelum menindaklanjuti menjadi pendataan koleksi antarkolektor. Usul
Indra berupa edukasi melalui tulisan seputar sejarah, buku tua, dan pengelolaan
informasi serta upaya Ryzki mengelola perpustakaan pribadi menjadi lebih apik
akan menjadi semangat kami untuk terus menggelorakan literasi di Bandung.
Di penghujung Bincang Buku,
Ketua Ulin, Jiman Suhadi, yang membuka acara dan Linda Lingling sebagai Ketua
Tim Produksi menyematkan piagam terima kasih disertai kenang-kenangan dari Ulin
Bandoeng kepada para Pebincang. Tim Produksi yang gigih dan turut menyukseskan
Ulin Bandoeng ini adalah Jimah Suhadi (Ketua Ulin), Lingling (Ketua Tim
Produksi), Indri & Febby (Pojok Baca), Rifqi (Logistik dan Tata Panggung),
Lina Dewi (Kameramen), Anne Ryzki Amalia (Fotografer), Luciano (Notulensi)
dan Deni Rachman (Materi Bincang Buku
& Publikasi).
Tak lupa terima kasih kami
kepada para mitra: Oleh-Oleh Boekoe Bandoeng, LawangBuku, Balubur Town Square,
dan Bandung Magazine yang turut ambil bagian dari kerja gotong royong ini.
Salambuku! Sampai jumpa kembali
di acara Ulin Bandoeng selanjutnya.
Bandung,
29 Februari 2016