Selasa, 08 Maret 2016

BUKU LAMA SEMANGAT BARU

Artikel ini merupakan sumbangan Iman Abda, peserta Bincang Buku Jiwa Muda Koleksi Tua, Ulin Bandoeng #1, Baltos, 24/1/2016. 


Bincang Buku Tua Bandung
         Di Hari minggu itu (24/1/16), sekitar pagi menjelang siang saya baru sampai Balubur Town Square (Baltos) Bandung untuk ikut acara Bincang-Bincang Buku dengan topik ‘Jiwa Muda Koleksi Tua. Kisah orang muda pengumpul buku tua.’ Tema yang menarik sekaligus menggelitik.
         Dengan sedikit tersesat, setelah naik tangga tiga lantai, saya pun sampai di tempat acara, di Kafe Langit-langit lantai 3 Baltos. Sudah saya duga, pas sampai sudah pembicara kedua, M. Ryzki Wiryawan, kolektor buku tua dan penulis buku Okultisme di Bandoeng Doeloe. Saya ketinggalan pembicara pertama, kang Indra JBA ( Jaringan Buku Alternatif).
         Ryzki, menuturkan tentang pentingnya buku tua, selain unik juga untuk bahan studi tertentu, catatan sejarah masa lalu bisa menjadi referensi untuk keilmuan hari ini. Pernah membantu seorang mahasiswa untuk menyelesaikan kuliahnya karena syarat dosen pembimbingnya harus membaca buku tua tersebut, dan buku tersebut ada di saya, itu rasanya bahagia sekali, ungkapnya.
         Setelah menceritakan pengalamannya bagaimana mencari buku tua, Ryzki memperlihatkan buku koleksinya. Dia perlihatkan buku kecil seperti stensilan. Buku itu tentang Riwajat Ir Soekarno yang ditulis dengan bahasa Sunda diterbitan oleh penerbit Dachlan-Bekti tahun 1932. Yang kedua, buku berbahasa Belanda tentang kelompok freemasonry di Bandung saya lupa judulnya, pokoknya berbahasa Belanda dan ada kata Naamlijsten.
         Buku tentang freemasonry di Bandung juga buku sumber rujukan bagi Ryzki menulis buku tentang okultisme yang ditulisnya.
         Pemandu perbincangan, Deni Rachman, pemilik LawangBuku yang menggagas acara bersama Komunitas Ulin Bandung, mengomentari bahwa, dokumen sezaman sebagai bagian dari cerita anak zaman dapat menampilkan informasi otentik tentang kehidupan pada zaman tersebut.
        Pembicara ketiga, Dede Brandalan Tjimanoek, moderator grup Facebook Gila Boekoe Bandung, menceritakan awal minatnya pada buku tua. Katanya dimulai tahun 2006 mulai tertarik sebagai ‘pengumpul buku tua.’ Katanya juga, kadang yang penting itu bukan semata karena tua-nya buku atau unik saja tapi karena kita minat pada jenis bukunya.
        Dede juga cerita bagaimana memburu buku-buku pelajaran lama dan buku stensilan. Nah, untuk buku stensilan inilah dia keluarkan koleksinya yakni Enny Arrow dalam tiga terbitan berbeda. Menurutnya jarang kolektor buku mengoleksi stensilan.
        Bagi generasi yang mengalami membaca Enny Arrow dengan sembunyi-sembunyi sampai yang terang-terangan mendengar namanya saja udah senyum simpul. Saya lihat dengan seksama, Deni, sang moderator, senyumnya lebih mengembang.
        Dalam sesi tanya jawab, muncul gagasan tentang pentingnya membuat database buku tua, ide ini muncul dari kebutuhan jarangnya informasi keberadaan sebuah buku tua. Selain itu, supaya kalau ada orang yang membutuhkan mudah mengaksesnya. Minimal orang tahu bahwa ada buku tersebut dan tahu siapa yang punya atau mengoleksinya.
        Gagasan lain muncul tentang mencetak ulang buku-buku lama tersebut. Dalam aturan tentang hak kekayaan intelektual, buku-buku di atas 50 tahun boleh dicetak ulang diproduksi ulang dengan bebas.
        Kang Rachmat dari penerbit Kiblat, memberi tanggapan tentang pentingnya buku tua dalam soal sejarah satu kata atau istilah digunakan. Misal dalam cerita Moh. Ambri, ada satu kata ‘Kimono’ padahal pengarang hidup sebelum zaman Jepang. Diprediksi bahwa kebudayaan Jepang sudah dikenal sebelum Jepang menjajah Indonesia.
        Perbincangan dalam forum diskusi pun selesai, dimulailah perbincangan informal. Deni Rahman, mengatakan bincang-bincang buku edisi perdana ini akan dilanjut pada edisi-edisi berikutnya. Saya tentu antusias mendengarnya.
       Harus diakui dengan banyaknya anak muda yang suka mengoleksi buku tua akan mendorong hidupnya gairah mencari informasi primer atau dokumen sezaman. Dengan begitu memperkuat dasar pengetahuan para intelektual muda.
       Di toko buku seperti Lawang, JBA, dll. Buku tua bisa dijadikan sumber primer misalnya untuk mengetahui tentang Bandung zaman dulu, atau karya sastra yang ditulis sastrawan senior seperti Pramoedya Ananta Toer, dll. Atau novel-novel Rusia, atau cersil dan komik silat dan seterusnya.
       Dalam obrolan santai, kata Deni, acara Bincang-Bincang Buku ini  merupakan program mengawali tahun 2016 antara LawangBuku dan Komunitas Ulin Bandung. Tujuannya untuk menghidupkan kegiatan komunitas membaca dan diskusi seputar buku dan sejarah kota Bandung. Saya dukung bung! cag.

*Iman Abda adalah pegiat di Radio Komunitas.

Senin, 07 Maret 2016

INDONESIA DALAM LIPATAN BUKU LANGKA


Artikel ini adalah artikel yang dibawakan oleh Indra Prayana, Pembicara di Ulin Bandoeng #1 "Jiwa Muda Koleksi Tua", Baltos, Bandung, 24/01/2016. Berikut ini teksnya, semoga bermanfaat :)

Indonesia dalam Lipatan Buku Langka
Oleh. Indra Prayana



“Buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya”. 
(Samuel Butler).

Akhir pekan kemarin bertempat di Baltos (Balubur Town Squer) salah satu mall di  Bandung diadakan acara diskusi yang memotret perkembangan buku-buku lawas nan langka dari berbagai macam perspektif yang mempunyai nilai peradaban serta diaktualisasikan dengan perkembangan jaman sekarang. Diskusi yang di inisiasi oleh ULIN Bandoeng suatu komunitas anak muda yang konsens pada sejarah kota Bandung itu dipetakan dalam sebuah tajuk “ Jiwa Muda Koleksi Tua”, tentu maksudnya untuk menginventarisir dan “membaca ulang” buku-buku langka yang berada di tangan orang-perorangan. Semangat mempelajari perjalanan bangsa Indonesia dalam naskah dan buku-buku lama  untuk dihubungkan dengan konteks kekinian tentu sangat bermanfaat karena sebagai upaya mengenal lebih jauh Indonesia sebagai bangsa besar yang berproses dari jaman ke jaman, yang tersimpan dalam setiap lembar-lembar buku.          
Masa lalu senantiasa masa kini dan masa depan manakala ditempatkan dalam konteks dan kepentingannya. Menjadi bahan penelitian untuk dimanfaatkan generasi mendatang, pendeknya menjadi ilmu sejarah. Dan sejarah itu pula yang menjadi bagian dari perjalanan umat manusia yang tidak bisa dilepaskan atau dipisahkan. Untuk membaca kejadian dimasa lalu itu harus ada yang bisa dijadikan dokumentasi, dan buku merupakan pantulan dokumentasi yang paling otoritatif dari sebuah narasi sejarah itu sendiri.
       Selama bergelut dengan buku, setidaknya ada beberapa katagori sehingga suatu buku bisa dimasukan ke dalam spesifikasinya. Pertama katagori Antiquariat, dengan standar penilaian umum bahwa suatu buku dikatakan antik bila sudah berusia di atas 50 tahun ke atas, kalau di hitung mundur dari tahun sekarang berarti semua buku yang terbit sebelum tahun 1966 masuk katagori ini, tentunya bersifat subjektif karena klasifikasi ini masih terlalu besar dan tanpa mempertimbangkan kontens serta manfaat dari suatu buku.  Kedua katagori Langka, dalam katagori ini setidaknya ada beberapa varian :
  • Ada buku yang menjadi best seller/favorit pada masanya dan tidak dicetak ulang lagi pada saat ini. semisal buku Semerbak Bunga Di Bandung Raya karya Haryoto Kunto, buku babon yang mengupas sejarah kota Bandung itu memiliki ketebalan 1116 halaman, buku ini belum mengalami cetak ulang lagi setelah pertamakalinya pada tahun 1986 oleh penerbit Granesia Bandung. – Lalu ada buku baru tetapi di cetak secara terbatas atau untuk kalangan tertentu, biasanya dicetak untuk kepentingan komunitas atau tamu-tamu negara.
  • Selanjutnya ada buku yang secara khusus menerangkan peristiwa atau tokoh tertentu yang secara khusus pula pada kurun waktu tertentu. Ketiga katagori Unik, dalam katagori ini bisa berlaku pada semua genre buku. Baik buku baru ataupun lama tetapi ia mempunyai perbedaan dengan yang lain. Seperti ada tanda tangan penulisnya, atau ada hal-hal unik, tabu, atau apapun yang tidak lazim dalam tersebut.
Ada beberapa buku untuk mewakili beberapa katagori di atas diantaranya buku :

Soendanesche Bloemlezing
Buku ini terbit di penghujung abad 19 yang merupakan tulisan dari G.J. Grashuis seorang penerjemah injil yang di tugaskan pemerintah Hindia Belanda di Jawa Barat dengan kepintarannya ia mempelajari dan mengusai bahasa Sunda sebagai bahasa yang dipakai penduduk setempat. Menulis mengenai bahasa dan sastra dalam bahasa sunda, yang salah satunya merupakan antologi cerita-cerita muslim ini “Soendanesche Bloemleizing legenden en Moslimsche leerboekjes” (antologi sunda : legenda dan buku bacaan muslim) yang diterbitkan oleh penerbit Leiden – A.W. Sijthoff pada tahun 1891 dengan ketebalan buku 136 halaman. 
Buku ini memuat sekitar 17 cerita dongeng seputar kisah-kisah muslim, diantaranya : 1.Dongeng Noe Dikanijaja, 2. Dongeng Djalma Haloeta, 3 Iju Kitab Sadjarah, 4. Iju Kitab Hikajat Tjarios Setan dst. meskipun kisah itu termuat dalam antalogi kesusastraan tetapi dalam catatan Mikihiro Moriyama (seorang peneliti kesusastraan sunda) sangat menyayangkan bahwa karya2 Grashuis memiliki  mutu sastra yang rendah, tidak terdapat nilai estetika dan  artistik sastra, dan itu diakui sendiri oleh G.J Grashuis bahwa sebagaimana dikutip Mikihiro “ walau karya-karya tertulis itu penting dari pandangan linguistik, tetapi karya-karya tidak bisa disebut karya sastra. Puisi-puisi itu hanya bersajak juga prosa yang nilainya rendah”.  (lihat tulisan Mikihiro Moriyama “ Mencari Akar Pemikiran Sastra Sunda Modern: Setelah Masuknya Pengaruh Belanda pada Paruh kedua Abad 19” ) .  


Kesah Pelajaran Abdoellah Bin Abdel Kadir Moensji dari Singapoera sampai ke Negeri Kalantan (menggunakan bahasa melayu)
Buku ini merupakan karangan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1838 oleh salah satu penerbit di Singapura, penulisan mengenai kisah pelayaran dari negeri Singapura ke Kelantan Malaysia. Pada edisi kedua (1852) dengan menggunakan huruf jawi. Pada tahun 1855 seorang belanda bernama J.Pijnappel menerbitkan juga dalam edisi bahasa melayu, dan selanjutnya pada tahun 1893 R. Brons Middel menyalin kisah pelayaran Abdullah tersebut untuk kepentingan bahan bacaan pada sekolah-sekolah di Hindia Belanda.
Buku ini berukuran agak kecil  18 x  13 cm dengan ketebalan buku 156 halaman. Tentunya dengan menggunakan bahasa melayu rendah. TerTjap di Pengetjapan Kitab Toewan E.J. BRILL Leiden 1893. Di tanah melayu sendiri Malaysia kisah ini diterbitkan pada tahun 1960 an yang disunting oleh Kassim Ahmad, sedangkan  di Indonesia buku ini diterbitkan dalam karya lengkap Abdullah Bin abdul Kadir Munsyi yang di sunting oleh Amin Sweeney dan diterbitkan Gramedia pada tahun 2005.


Riwajat Ir.Soekarno
      Dari sekian banyak buku mengenai Bung Karno, nampaknya buku ini mengandung keunikan tersendiri, karena menjadi data baru untuk mematahkan data sebelumnya. Menurut beberapa keterangan, buku biografi pertama mengenai Bung Karno ditulis oleh Im Yang Tjoe seorang penulis asal dari Tegal. Im Yang Tjoe menulis “Soekarno Sebagi Manoesia” yang dikeluarkan oleh penerbit Revina Solo pada tahun 1933. 
      Sedangkan buku “Riwajat Ir.Soekarno” yang ditulis oleh Wiranta seorang aktivis pergerakan itu terbit pada tahun 1932 setahun lebih awal. Diterbitkan di Bandung oleh penerbit Dahlan Bekti sebuah penerbit yang banyak menerbitkan buku2 “alternatif” diluar penerbitan balai pustaka yang di kontrol pemerintah hindia Belanda. Buku kecil berukuran 16 x11 cm dengan ketebalan 80 halaman ini ditulis dalam bahasa sunda mengupas masa kecil Sukarno sampai perannya dalam perjuangan kemerdekaan. 

ILLUSTRATED UNIVERSAL HISTORY
       Buku ini di tulis oleh Edmund Ollier, yang membahas sejarah secara umum dengan ilustrasi dan gambar-gambar. Diterbitkan oleh Cassell & Company Limited Tahun 1884.
        Bentuk buku hard cover dengan ketebalan buku 572 hal. Mungkin buku ini sama saja dengan buku sejarah2 bergambar pada umumnya, tetapi ada yang unik pada buku ini terutama antara halaman 59 sampai halaman 82. Ketika saya mendapatkan buku ini pada salah satu pedagang lapak di Bandung antara halaman tersebut ditutup kertas putih dan terdapat tulisan “ jangan di buka” dengan menggunakan tinta merah. Tentunya dengan rasa penasaran saya membuka kertas itu, ternyata pemilik pertama dari buku ini sengaja menutupnya karena terdapat gambar-gambar yang sangat tabu untuk digambarkan, yaitu beberapa gambar fisik nabi Muhammad dan potongan Quran terbitan pertama (first edition).     

KORAN HINDIA - NEDERLAND
          Koran tentunya beda dengan buku, tingkat kehancuran dan rusaknya kertas koran jauh lebih beresiko. Kalau buku setidaknya terlindungi oleh kerapatan dari tiap-tiap lembar kertasnya, belum lagi dengan jilid depan belakang yang kuat. Sedangkan kertas koran lebih tipis dan rapuh yang tidak terlindungi, apalagi koran abad 19 hanya satu atau dua lembar saja.
          Hindia – Nederland dengan tagline Surat Kabar Betawi, di tjitak dan dikeloerkan oleh: H.M Van Dorp & Co, koran diatas bernomor 45 masih tahun pertama terbit, Rebo 3 September 1873, -+ 143 tahun usianya.  Isinya beragam berita dan perdagangan di Batavia Omstreken juga berita dari priangan timur.   
  Buku dan koran diatas merupakan khazanah berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan sendiri. Lalu apa yang menjadi manfaat konkrit dari keberadaan buku-buku langka tersebut untuk kepentingan masyarakat, mungkin dalam jangka waktu yang dekat bisa dimanfaatkan sebagai suatu pendokumentasian yang bisa berbentuk database ataupun perpustaakan yang bisa diakses dan dimanfaatkan sebagai laboratorium penelitian. Seperti kita ketahui banyak para peneliti kita untuk membuat tesis atau desertasi harus jauh-jauh ke Universitas Leiden Belanda hanya untuk mencari atau mengkopi referensi aslinya, karena minimnya sumber otentik di perpustakaan-perpustakaan kita. Maka penting kiranya untuk membuat pendataan buku-buku langka yang dimiliki perorangan untuk bisa diakses dan bermanfaat bagi masyarakat luas. 
Dari sisi lain kegiatan literasi atau diskusi buku yang di lakukan oleh berbagai komunitas lokal di Bandung dapat menumbuhkan iklim bisnis dan pariwisata, karena ketika semua lapisan masyarakat peduli dengan berbagai kegiatan literasi maka kemungkinan kota Bandung akan terpilih sebagai ibu kota buku sejagat suatu keniscayaan, meskipun bukan itu yang menjadi pokok perhatian.    

Penulis, Pengumpul Buku Langka
Tinggal di Bandung

Selasa, 01 Maret 2016

JIWA MUDA KOLEKSI TUA DARI BANDUNG


Ditulis oleh: Tim Ulin Bandoeng

Pagi itu, Minggu, 24/01/2016 pemandangan Bandung dari Kafe Langit-langit Baltos tampak cerah. Pandangan lurus ke arah utara menyembul Gunung Tangkubanparahu yang tersaput awan sambil menyaksikan deretan atap rumah tak beraturan. Arus kendaraan di Jalan layang Pasupati (Pasteur-Surapati) masih lengang, ketika kami menyiapkan panggung untuk bincang-bincang buku dan satu pojok kecil untuk area membaca buku.



         Komunitas Ulin Bandoeng untuk kedua kalinya menggelar Pojok Baca setelah setahun lalu mengadakan acara Piknik ka Cikapundung. Saat itu buku digelar di teras atas Cikapundung River Spot. Terpikir bagi kami untuk mencari satu tempat tetap, di mana warga Bandung dapat membaca khazanah kotanya sambil berinteraksi dan berbincang mengenai sejarah maupun problema kotanya sendiri. Alhasil, dipilihlah Baltos (Balubur Town Square) dengan waktu senggang setiap hari Minggu sebulan sekali.


            Nama kegiatan ini yaitu Ulin Bandoeng, serupa dengan kegiatan di dalam ruangan yang melengkapi kegiatan Ulin jelajah kota Bandung saban hari. Beberapa kegiatan Ulin jelajah Kota Bandung sebut saja Piknik di Balkot-Cikapundung & Membaca Buku Basa Bandung Halimunan (8/8/2015), Ramadhan di Bandung Tempo Doeloe (27/6/2015), Bandung Historical Walk bersama SD Mutiara Bunda (12/04/2015), Ulin ka Sakola Jadul (22 Mei 2012), dan Palagan Bandung (10/4/2011).
           Dalam kegitan Ulin Bandoeng ini ada dua kegiatan yang bisa disimak berbarengan. Pertama, Pojok Baca yaitu gelaran buku tematik Bandung yang bukunya dapat dibaca oleh warga dan tidak berbiaya. Buku dibaca di tempat saat buku digelar dan tidak dipinjamkan. Pada Ulin Bandoeng kali ini, Pojok Baca dapat pinjaman 46 judul buku koleksi Linda Rosmellix dan Deni Rachman. Daftar buku yang masuk kategori langka dan menjadi babon sejarah Bandung di antaranya: Semerbak Bunga di Bandung Raya (Haryoto Kunto), Perubahan nama Djalan-Djalan di Bandung (AID Preangerbode), Tasjkent-Bandung (W. Gidaspov), dan Rasia Bandoeng (Chabanneau,salinan).


               
             Kedua, Bincang Buku. Tema perdana Bincang Buku kali ini yaitu Jiwa Muda Koleksi Tua, berkisah tentang orang muda yang gemar mengumpulkan buku-buku tua.  Fenomena anak muda saat ini yang mulai gemar terhadap hal-hal yang berbau vintage, klasik, jadulan menjadi pendukung topik Bincang Buku ini. Beberapa buku dan event yang terbit belakangan pun mengisahkan seputar memori jadul seperti buku Generasi 90-an (Marchella FP), Dilan (Pidi Baiq), Pada Suatu Hari () atau event The 90’s Festival (P-Project, Sheila on 7, Java Jive, dkk) di Eldorado, Bandung, 14 Februari 2015.



         Kedua subacara Ulin Bandoeng ini diharapkan ke depannya dapat menjadi penghantar kegiatan Stok Buku Bandung #2 sebagai suatu ajang temu para pegiat buku di Bandung. Kami berharap rangkaian acara ini juga dapat bermanfaat bagi warga Balubur dan sekitarnya.



            Pada acara Bincang Buku, hadir sebagai para Pebincang yaitu Indra Prayana, kolektor buku tahun 1800-an dan pendiri Jaringan Buku Alternatif. Lalu, Moh. Ryzki Wiryawan, kolektor buku tua kategori Walanda-an, sejarah Indonesia, dan Okultisme; saat ini baru saja didirikan Perpustakaan Loji Sumur Bandung dan menulis buku Okultisme di Bandung Doeloe. Dan ada Dede Brandalan Crossboy Tjimanoek kolektor buku-buku antik, direktori iklan antik, dan buku erotika enny errow.
         


               
              Bincang Buku yang dinotulensi oleh Luciano dan dimoderatori oleh Deni Rachman ini bergulir dari pukul 10 pagi hingga jam makan siang. Bincang buku ini berhasil memboyong kolektor dan koleksinya untuk ditunjukkan kepada para pengunjung sekaligus memaparkan kisah unik di balik mengoleksi sekaligus isi unik dari buku tersebut. Kami akhirnya menjadi terpesona dengan buku karya Kartosuwiryo dan Sukarno yang ditulis oleh Wiranta tahun 1926. Lalu ada buku-buku stensilan yang membuat masa lalu yang tak terelakkan akan kehadiran eni errow yang ternyata diproduksi juga dengan kondisi betul-betul sampulnya digambar tangan.
          Informasi penting juga diungkapkan oleh para Pebincang. Indra yang juga mengoleksi Koran, kartu pos dan foto mengungkapkan sejauh mana buku tua menjadi hasrat pribadi yang tetap bisa mengikuti manfaatnya secara kekinian.  Ada 2 alasan Indra mencintai buku tua: (1). Analogi mengumpulkan atau mengenal buku untuk lebih mengenal tulisan dan sastra, (2). Tahun 2000an menyebarkan buku-buku alternatif ke mahasiswa untuk mengajarkan dan mengenalkan buku / referensi tua.
Menurut Indra, buku disebut kategori tua jika:
(1). Buku umum dengan standar kurun waktu dicetak sudah berusia lebih dari 50 tahun dan   
      disebut buku tua.
(2). Buku yang menjadi favorit pada masanya tapi sudah tidak dicetak lagi pada masa kini /
buku yang tercetak dengan edisi terbatas dan untuk kalangan terbatas / buku yang dicetak atau ditulis khusus menceritakan tokoh tertentu pada masanya disebut buku langka.
(3)    Buku memiliki ciri khas unik yang tidak dimiliki buku lain seperti ada tanda tangan penulis, isi yang berbeda dari biasanya, disebut buku unik. Buku unik misalnya buku  yang memuat gambar Nabi Muhammad, ditulis tahun 1891 dengan bahasa Sunda yang berisikan antalogi budaya Sunda dan keterkaitannya dengan budaya Islam / Muslim.

Buku itu disebut buku antik atau bukan, Indra mendeteksinya dengan insting dan membiasakan diri dengan buku-buku lama, serta mengamati detail jenis cetakan, jenis kertas atau bentuk buku. Dari kemampuan tersebut setidaknya dapat ditentukan apakah cetakan buku tersebut dari abad 18, 19 atau 20-an.
Pengunjung yang hadir sekira 40 orang ini terus menyimak perbincangan Indra. Dan giliran Moh. Ryzki Wiryawan sang pemilik Perpustakaan Loji Sumur Bandung berbicara. Ryzki mengungkapkan dirinya mulai mengoleksi buku sekira tahun mulai mengkoleksi buku tahun 2001 – 2005 dan saat ini memiliki buku terlama tahun 1700-an. Tahun 2006 membuat komunitas sejarah dan dokumentasi buku Bandung, dan menemukan masih banyak sejarah dan dokumentasi Bandung yang tidak tertulis atau tidak terdokumentasi dengan baik dalam buku. Ryzki menyebutkan misalnya sejarah sebelum kemerdekaan tidak ditemukan dokumentasi dalam buku, kebanyakan hanya dari sejarah sesudah kemerdekaan. Menurut Ryzki menghargai buku bukan hanya dari sisi Penulis dan isi tapi juga dari teknik pembuatan bukunya, terutama buku-buku tua yang mempunyai teknik berbeda dengan buku zaman sekarang.
Perihal Perpustakaan Loji Sumur Bandung, Ryzki memaparkan misinya yaitu untuk  mengkonservasi buku tua dan sejarah Bandung khususnya, karena masih banyak sejarah Bandung yang belum tertulis dalam buku. Salah satu buku yang ditulisnya yaitu Okultisme di Bandoeng Doeloe, adalah buku sejarah okultisme dan kepercayaan freemason yang ada di Bandung, diambil dari kumpulan buku tua dan sejarah di Bandung.
Tiba giliran Dede ‘Berandalan Crossboy Tjimanoek. Para pedagang buku lawas di Bandung kerap memanggilnya Pak Dede. Menurut Pak Dede, ia mulai mengoleksi buku tahun 2006 mulai dari  buku antik, buku pelajaran lama, buku-buku yang pernah dibaca, dan sekarang lebih banyak mengumpulkan stensilan Enny Arrow. Enny Arrow menurut Pak Dede sebenarnya menarik, tapi tidak banyak yang mengumpulkan. Pak Dede menilai buku dari keunikan/ kekhasannya, berbeda seperti Indra dan Ryzki yang menuangkannya dalam tulisan dan kegiatan sejarah.
Usul Pak Dede tentang perlunya membuat membuat jaringan (networking) antarkolektor buku menjadi perbincangan hangat dan sekaligus memancing pertanyaan sekaligus tanggapan dari pengunjung Ulin Bandoeng. Tujuan jaringan tersebut diharapkan warga dapat mengakses koleksi mereka (para kolektor) sehingga pecinta atau pencari buku lebih mudah mendapatkan ke mana mencari buku sesuai dengan minat mereka.
Pada sesi tanggapan dan pertanyaan, Su Mur menanggapi pentingnya pembuatan database koleksi buku yang dimiliki agar bisa diakses atau dinikmati masyarakat luas, dan semua orang tahu bahwa buku tersebut ada. Lain halnya dengan Helmy yang mempertanyakan apa yang bisa disumbangkan selanjutnya dengan informasi tentang buku-buku tua tersebut untuk generasi sekarang? Dan Rahmat Taufik Hidayat yang memaparkan pentingnya khazanah buku tua. Dari buku tua bisa ditelusuri terminologi budaya yang ada. Misalnya, pemakaian kimono dari Jepang sudah ada di Bandung sejak tahun 1920, dan ini ditemukan di beberapa buku langka yang membahas budaya Sunda. Rahmat juga mendukung membuat database dalam rangka memelihara kelanggengan dokumentasi. Begitu juga komunitas yang aktif untuk memelihara dan menjalankan pegumpulan buku ataupun data yang berhubungan dengan sejarah kota.


                Kata-kata kunci dari ketiga Pengunjung tersebut yaitu pendataan buku tua dan sumbangan buku tua untuk generasi sekarang menjadi salah satu simpulan dari Bincang Buku dan Pojok Baca kali ini. Upaya yang telah dilakukan oleh para pegiat/ komunitas sejarah di melalui diskusi, napak tilas, bedah buku, pengelolaan sumber informasi di Bandung seperti Bandung Heritage, Bandung Trails, Aleut, Mooibandoeng, Ulin, Jelajah Gunung, Matabumi, Balad Jughuhn/ Tjimahi Heritage, Gamboeng Vooruit kiranya menjadi saluran bermanfaat yang didukung oleh khazanah buku-buku tua/ lawas.
                Menurut hemat kami, sebagai langkah awal usulan Pak Dede perlu disambut baik yaitu upaya jaringan dan komunikasi (networking) terlebih dahulu sebelum menindaklanjuti menjadi pendataan koleksi antarkolektor. Usul Indra berupa edukasi melalui tulisan seputar sejarah, buku tua, dan pengelolaan informasi serta upaya Ryzki mengelola perpustakaan pribadi menjadi lebih apik akan menjadi semangat kami untuk terus menggelorakan literasi di Bandung.
                Di penghujung Bincang Buku, Ketua Ulin, Jiman Suhadi, yang membuka acara dan Linda Lingling sebagai Ketua Tim Produksi menyematkan piagam terima kasih disertai kenang-kenangan dari Ulin Bandoeng kepada para Pebincang. Tim Produksi yang gigih dan turut menyukseskan Ulin Bandoeng ini adalah Jimah Suhadi (Ketua Ulin), Lingling (Ketua Tim Produksi), Indri & Febby (Pojok Baca), Rifqi (Logistik dan Tata Panggung), Lina Dewi (Kameramen), Anne Ryzki Amalia (Fotografer), Luciano (Notulensi) dan  Deni Rachman (Materi Bincang Buku & Publikasi).
              

               

          Tak lupa terima kasih kami kepada para mitra: Oleh-Oleh Boekoe Bandoeng, LawangBuku, Balubur Town Square, dan Bandung Magazine yang turut ambil bagian dari kerja gotong royong ini.
            Salambuku! Sampai jumpa kembali di acara Ulin Bandoeng selanjutnya.

Bandung, 29 Februari 2016